Rabu, 29 April 2020

Pengolahan Sumber Daya Alam

Mantan KA UPTD
Sahabat kali ini akan membahas artikel dengan judul Pengolahan Sumber Daya Alam. Sumber daya alam ada dengan berbagai wujud dan persebaran. Ada yang bisa diperbarui, sebaliknya ada pula yang tidak bisa diperbarui. Ada juga wilayah yang kaya akan sumber daya alam, sebaliknya ada wilayah yang miskin sumber daya. Semuanya itu seolah membentuk keseimbangan yang seharusnya di jaga. Wilayah yang melimpah akan sumber daya alam tertentu dapat memenuhi kebutuhan di wilayah yang kekurangan. Sumber daya yang tidak dapat diperbarui diusahakan keseimbangannya dengan pengelolaan berbasis prinsip ekoefisiensi dan keberlanjutan. Begitu pula dengan sumber daya alam yang lainnya. Pada hakikatnya kelestarian sumber daya alam bisa dicapai dengan pemanfaatan yang ekoefisien, mengelolanya dengan pedoman berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
 Sahabat kali ini  akan membahas artikel dengan judul Pengolahan Sumber Daya Alam Pengolahan Sumber Daya Alam

Berikut ini adalah langkah yang bisa diterapkan guna menuju pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

A. Prinsip Ekoefisiensi
Kehidupan manusia secara individu, bahkan sampai tingkat pembangunan di suatu daerah atau yang lebih tinggi, di tingkat negara misalnya, hampir selalu didasarkan pada pemanfaatan sumber daya alam. Pasti bisa kamu bayangkan berapa banyak orang memanfaatkan sumber daya alam. Sayangnya, apa yang dibutuhkan oleh orang-orang tidak bisa semua terpenuhi. Wilayah dengan sumber daya alam melimpah bisa saja terpenuhi kebutuhannya. Namun, apa artinya jika lambat laut kekayaan tersebut habis.

Dalam prinsip ekoefisiensi, penggunaan sumber daya alam berdasarkan pemilihan peruntukannya menjadi sangat  penting. Pemilihan peruntukan tersebut dilaksanakan atas dasar:

1. efisiensi dan efektivitas penggunaan yang optimal dalam batas-batas kelestarian sumber alam yang mungkin,
2. tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber alam lain yang berkaitan dalam suatu ekosistem, dan
3. memberikan kemungkinan untuk mempunyai pilihan penggunaan di masa depan, sehingga perombakan ekosistem tidak dilakukan secara dratis.


B.Mengelola Sumber Daya Alam dengan Prinsip Ekoefisiensi
Kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam membawa dampak perubahan ekosistem dalam berbagai tingkat. Dampak tersebut bisa berakibat dalam suatu ekosistem saja. Akan tetapi sering saling terkait. Oleh karena itu, dalam pengelolaan satu sumber daya alam di suatu ekosistem perlu dipikirkan dampak yang ditimbulkannya pada ekosistem lain. Salah satu contohnya adalah pemanfaatan hutan yang salah akan memberikan gangguan pada ekosistem lain, seperti flora dan fauna yang ada di dalamnya, bahkan ekosistem di tingkat manusia juga terganggu. Hal seperti inilah yang harus dihindari dalam pengelolaan sumber daya alam dengan prinsip ekoefisiensi.

1. Mengelola Sumber Daya Air
Kegiatan manusia seperti pemanfaatan sumber daya air, mau tidak mau membawa dampak bagi lingkungan. Pencemaran lingkungan ditimbulkannya, baik yang dikeluarkan dalam bentuk air buangan rumah tangga maupun dalam bentuk limbah industri. Dampak yang berat diperoleh dari persoalan ini mendorong perlunya pengendalian air buangan untuk mengurangi pencemaran. Untuk kegiatan dalam skala besar, industri misalnya, pengendalian dampak terhadap lingkungan dilakukan dengan amdal.

2. Mengelola Sumber Daya Perikanan
Seperti kita ketahui bahwa laut merupakan penghasil ikan utama. Penangkapan ikan biasanya dilakukan oleh nelayan tradisional maupun nelayan yang menggunakan peralatan modern. Nelayan tradisional ini cukup menggunakan peralatan sederhana meskipun terkadang mengalami beberapa kendala. Antara lain masih bergantung pada angin karena perahu-perahunya sangat sederhana, wilayah penangkapan ikan yang terbatas tidak bisa ke tengah atau mendekati lokasi-lokasi upwelling. Kendala ini terjadi karena nelayan kekurangan modal. Akibatnya, ikan yang ditangkap sangat terbatas dan sering menjadi busuk apabila terlambat kembali ke darat. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan perhatian pada pengembangan usaha perikanan oleh nelayan. Yang menjadi permasalahan adalah penangkapan ikan yang menggunakan pukat harimau dan juga bom. Penangkapan yang demikian merupakan contoh pengelolaan yang tidak berwawasan lingkungan.

Penggunaan pukat harimau selain mengenai ikan-ikan besar, ikan-ikan kecil pun turut terjaring. Jika ikan-ikan kecil ikut ditangkap, akan memutus daur reproduksi beberapa spesies ikan. Akhirnya, dapat menyebabkan beberapa spesies ikan tertentu punah. Begitu juga dengan penggunaan bom, yang akan mematikan makhluk hidup di dalam laut dan juga merusak terumbu karang. Terumbu karang merupakan bagian dari kehidupan laut yang paling produktif dan kaya keanekaragaman hayatinya. Sebab, terumbu karang merupakan tempat berlindung, tempat untuk mencari makan bagi makhluk hidup di laut, tempat berkembang biak, tempat asuh serta tempat penyamaran berbagai jenis biota laut dari mangsanya seperti udang, kepiting, tiram, dan cumi-cumi. Bayangkan jika terumbu karang rusak dan punah. Kita akan kehilangan sumber-sumber perikanan laut. Padahal kekayaan perikanan laut merupakan kekayaan yang sangat potensial di wilayah Indonesia.

3. Menggunakan dan Mengelola Sumber Daya
Pertambangan Hasil tambang termasuk kelompok sumber daya yang tidak bisa diperbarui. Konsekuensinya, jika suatu hari sumber daya ini habis, kita tidak lagi bisa menikmatinya. Oleh karena itu, tindakan yang tepat sejak sekarang perlu kita terapkan agar kebutuhan tetap terpenuhi. Kita tidak boleh mengulang kesalahan yang sama, pada saat dekade tahun 1970-an. Pada saat itu naiknya harga minyak secara signifikan ( oil booming ) membuat Indonesia seperti mendapat durian runtuh. Keuntungan yang berlipat ganda dari hasil penjualan minyak telah mengantarkan Indonesia sebagai salah satu kandidat ’Macan Asia’, bersama dengan Thailand dan Malaysia. Namun, kejayaan Indonesia dari hasil minyak bumi kini tampaknya telah menjadi kenangan. Sumur-sumur minyak semakin mengering, karena ekstraksi (pengeboran) tidak dibarengi dengan eksplorasi dan penghematan sumber daya alam ini.

Penghematan perlu dilakukan pengelolaan pertambangan dengan arif. Langkah yang bisa diambil, yaitu dengan melakukan strategi pertambangan berwawasan lingkungan sampai dengan proses pengelolaannya sambil terus mencari sumber daya pengganti.

Langkah-langkah yang perlu diambil dalam mengelola / pemanfaatan tambang dengan prinsip kelestarian;

a. Penghematan dalam pemakaian dengan selalu mengingat generasi penerus.
b. Melakukan ekspor tambang bukan sebagai bahan mentah, tetapi sudah menjadi bahan baku ataupun barang jadi.
c. Mengadakan penyelidikan dan penelitian untuk menemukan lokasi pertambangan yang baru.
d. Apabila dimungkinkan diusahakan bahan pengganti. Misalnya pemakaian bahan bakar minyak diganti dengan tenaga surya, gas, maupun alkohol.


4. Mengelola Sumber Daya Lahan
Di atas lahan hidup berbagai macam makhluk hidup, di atas lahan pula makhluk hidup melakukan aktivitasnya. Makhluk hidup di muka Bumi ini selalu berkembang jumlahnya, tetapi tidak dengan lahan. Akibatnya, pemakaian terhadap sumber daya lahan akan berlangsung secara kontinu. Sudah saatnya penggunaan lahan untuk suatu pemanfaatan tertentu harus mempertimbangkan persyaratan penggunaan lahan dan tingkat kemampuan lahan serta tingkat kesesuaian lahan.

a. Persyaratan Penggunaan Lahan
Persyaratan penggunaan lahan ini digunakan sebagai pedoman untuk menerapkan suatu bentuk penggunaan lahan di suatu kawasan. Persyaratan diterapkan dengan menilai karakteristik lahan.
1) Penggunaan Lahan untuk Kawasan Lindung
Lahan yang digunakan sebagai kawasan lindung mempunyai karakteristik kemiringan lereng sangat curam, yaitu >45%, tanah atau lahan sangat peka terhadap erosi, curah hujan harian sangat tinggi, dan kawasan lindung dapat berupa jalur pengaman aliran sungai dan hutan lindung.
2) Penggunaan Lahan untuk Kawasan Penyangga
Kawasan dengan karakteristik lahan seperti berikut ini merupakan kawasan yang harus dijadikan kawasan penyangga, yaitu kemiringan lahan antara 25–45% atau curam, lahan peka terhadap erosi, curah hujan harian sangat tinggi, dan memungkinkan dimanfaatkan untuk bercocok tanam yang bernilai ekonomis dan mudah dikembangkan untuk kawasan penyangga lingkungan alam.
3) Penggunaan Lahan untuk Kawasan Budi Daya Tanaman
Tahunan Lahan yang dapat digunakan sebagai kawasan budi daya tanaman tahunan mempunyai karakteristik kemiringan lahan agak curam, yaitu 15–25%, lahan agak peka terhadap erosi, curah hujan harian sedang, dan lahan untuk budi daya tanaman tahunan dapat berupa perkebunan, hutan tanaman industri (HTI) dan tanaman kayu-kayuan serta memenuhi kriteria untuk kawasan penyangga.
4) Penggunaan Lahan untuk Kawasan Budi Daya Tanaman
Semusim Lahan yang dapat digunakan sebagai kawasan budi daya tanaman semusim mempunyai karakteristik kemiringan lahan landai, yaitu 8–15%, lahan agak peka terhadap erosi, curah hujan rendah, dan memenuhi kriteria untuk kawasan budi daya tahunan.
5) Penggunaan Lahan untuk Kawasan Permukiman
Lahan yang sesuai untuk kawasan permukiman mempunyai kriteria sesuai untuk kawasan budi daya tanaman semusim atau tahunan dengan kemiringan lereng 0–8% atau datar.

b. Pemanfaatan Lahan Sesuai Kemampuan Lahan dan Kesesuaian Lahan
Pemanfaatan lahan yang didasarkan pada kemampuan lahan dan kesesuaian dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan evaluasi lahan. Evaluasi lahan merupakan proses penilaian penampilan atau keragaan ( performance ) lahan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan interpretasi, survei, dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, serta aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mulai dikembangkan (FAO, 1976). Evaluasi lahan dilakukan dari berbagai aspek lahan dan kualitas fisik, biologi, serta teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial ekonomi. Oleh karena adanya kaitan dengan parameter sosial ekonomi, maka dapat diterapkan dua pendekatan evaluasi lahan, yaitu evaluasi secara kualitatif dan evaluasi kuantitatif.

Evaluasi kuantitatif diperlukan pada survei kelayakan setelah dilakukan survei kualitatif terlebih dahulu. Sedangkan evaluasi kualitatif merupakan evaluasi yang dilakukan dengan cara mengelompokkan lahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan perhitungan secara terperinci dan tepat biaya. Kelompok atau klasifikasi yang digunakan dalam evaluasi lahan dapat berupa klasifikasi berdasarkan kesesuaian lahan maupun kemampuan lahan.
1) Kesesuaian Lahan
Klasifikasi kesesuaian lahan adalah penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian absolut lahan bagi suatu penggunaan lahan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan bersifat spesifik untuk suatu tanaman atau penggunaan lahan tertentu, misalnya kesesuaian lahan untuk tanaman semusim, kesesuaian lahan untuk tanaman teh, jati, cokelat, kesesuaian lahan untuk industri, irigasi, permukiman, dan sebagainya.
2) Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari.


5. Mengelola Sumber Daya Kehutanan
Kekayaan hutan di Indonesia kian hari kian menipis. Tuntutan kebutuhan mendorong manusia melakukan penebangan hutan. Contohnya kita ambil kasus yang pada saat ini menjadi prioritas yang harus diselesaikan oleh pemerintah, yaitu illegal logging. Penebangan hutan di Indonesia pada saat ini meningkat tajam. Sebenarnya penebangan hutan tetap bisa dilakukan asalkan memenuhi prinsip ekoefisiensi. Tebang pilih dilakukan dengan mempertimbangkan usia pohon, ukuran diameter, dan tinggi batang. Pembibitan baik dilakukan sebelum penebangan, baru setelah penebangan dilakukan penanaman bibit atau reboisasi. Reboisasi dilakukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Jika selama ini kita lebih banyak mengekspor kayu-kayu gelondongan, ada baiknya jika kita mengolah kayu-kayu tersebut menjadi barang yang mempunyai nilai tambah, seperti kerajinan mebel atau industri berbahan baku kayu lainnya. Satu hal lagi tentang hutan yang terkadang luput dari perhatian kita. Selain penebangan hutan, kebakaran juga menjadi penyebab kerusakan hutan. Seperti kebakaran hutan yang sering melanda Indonesia dianggap merupakan bencana besar bagi lingkungan dan ekonomi. Sekitar 10 juta hektar hutan, semak belukar dan padang rumput terbakar, sebagian besar dibakar dengan sengaja. Gumpalan asap yang pedas meliputi wilayah Sumatra dan Kalimantan, juga Singapura dan sebagian dari Malaysia dan Thailand. Sekitar 75 juta orang terkena gangguan kesehatan yang disebabkan oleh asap. Bahkan lalu lintas udara lumpuh karenanya. Sampai saat ini kebakaran ini masih sering terjadi, bahkan kejadian ini membuat Indonesia dianggap menjadi salah satu pencemar lingkungan terburuk di dunia. Apabila dilihat dari citra satelit dan data ‘hot-spot’ kebakaran menunjukkan lautan api dimulai di daerah perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pulp, yang biasa menggunakan api untuk membersihkan lahan. Namun demikian, selain karena faktor aktivitas manusia, kebakaran ini bisa juga terjadi secara alami.

Kebakaran bisa terjadi karena faktor manusia ataupun secara alami, misalnya sbb;
a. Pembersihan Lahan
Api sampai sekarang dianggap alat yang murah dan efektif untuk membersihkan lahan dan diminati oleh kalangan pengusaha untuk dapat menanam tanaman industri seperti karet dan kelapa sawit. Bukti nyata dapat kamu cermati dengan berkurangnya luas hutan menjadi areal perkebunan. Misalnya, perkebunan kelapa sawit yang meningkat dari 120.000 hektare di tahun 1989 menjadi hampir 3 juta hektar di tahun 1999.

b. Kebakaran Tanpa Kesengajaan
Kebakaran yang tak disengaja akibat api yang berkobar liar karena suhu yang tinggi dan sisa pembersihan lahan disinyalir juga menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan.

c. Api sebagai Senjata
Pembakaran menjadi faktor penting di pedesaan Indonesia akhir - akhir ini. Para petani dan masyarakat lokal yang merasa diperlakukan tidak adil dengan hilangnya tanah mereka yang ’diambil’ oleh perusahaan-perusahaan perkebunan, menggunakan api sebagai senjata untuk mengklaim kembali lahan mereka dan menghancurkan hasil milik perusahaan.

d. Pembukaan Jalan Baru
Penduduk sekitar hutan sering kali menyalakan api untuk membersihkan semak belukar dalam rangka membuka jalan baru atau memperbaiki jalan masuk yang sudah ada untuk memanen sumber daya. Sebagai contoh, di daerah Danau Sentarum Kalimantan Barat banyak kebakaran yang terjadi di tahun 1990-an disebabkan oleh nelayan yang membakar semak untuk menembus hutan ke wilayah hutan rawa yang dihuni ikan arwana yang mempunyai nilai ekonomi dan estetika tinggi.

e. Hutan Bernilai Ekonomi Tinggi
Nilai ekonomi hutan yang tinggi bertentangan dengan kesejahteraan hutan, seperti daya tariknya membuat banyak yang ingin memanen kayu hutan, mengubah hutan produksi menjadi perkebunan, akibatnya mendorong peningkatan laju pembersihan hutan alam.

f. Pengelolaan Sumber Daya Kehutanan yang Buruk
Sisa-sisa kayu setelah pembalakan yang dibiarkan berserakan di lantai hutan menjadi bahan bakar yang dapat mengobarkan api membakar hutan. Rawa-rawa yang mengering menciptakan lingkungan yang lebih rentan terhadap kebakaran.

g. Pembukaan hutan menjadi lokasi transmigrasi
Api umum digunakan oleh transmigran maupun oleh aparat yang berwenang dalam membuka lahan hutan dan menjadikannya kawasan permukiman dan lahan pertanian baru. Jika melihat kenyataan faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan, penyebab yang paling mengkhawatirkan adalah ulah manusia. Kita sering merasa ingin mendapatkan sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan akibat yang akan ditimbulkannya. Guna menghindari hal ini, setiap aktivitas pemanfaatan sumber daya alam perlu dilakukan perencanaan yang matang, selain hasil yang akan dicapai juga akibat yang akan ditimbulkannya. Sehingga melalui perencanaan yang baik diharapkan tidak akan merusak lingkungan, bahkan mendukung dan menjaga kualitas lingkungan.


6. Mengelola Limbah
Meski limbah tidak tergolong sumber daya alam, tetapi limbah bisa dihasilkan dari penggunaan sumber daya alam. Pengelolaan limbah ini dimaksudkan agar tiap bagian dari sumber daya alam bisa dimanfaatkan meski itu berupa limbah.

Memedulikan limbah apa yang dihasilkan dari aktivitas pemanfaatan sumber daya alam menjadi satu indikasi tindakan arif mengelola sumber daya. Pemerintah telah mengambil kebijakan dengan peraturan pengolahan limbah pabrik terlebih dahulu. Dengan peraturan ini, setiap industri yang menghasilkan limbah, diwajibkan mengolah limbah menjadi limbah yang netral dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Pengolahan limbah ini dilakukan pada bak penampungan limbah sementara. Selain pengolahan limbah, usaha-usaha untuk mengatasi air limbah juga perlu dilakukan, usaha-usaha tersebut, antara lain memilih lokasi industri jauh dari permukiman penduduk dan mencegah daur limbah berhubungan langsung dengan sumber air minum penduduk.

jika sumber daya alam kita manfaatkan merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbarui, hal ini dapat kita lakukan dengan melakukan penghematan dalam penggunaan bahan yang tidak bisa diperbarui. Misalnya, jika pada saat ini kamu selalu menggunakan kendaraan bermotor untuk bepergian meskipun jaraknya dekat. Mulai sekarang gunakan saja sepeda jika kamu bepergian ke tempat-tempat yang dekat. Selain menghemat penggunaan bahan bakar, tubuhmu juga menjadi sehat karena bersepeda.

Dalam prinsip ekoefisiensi, limbah sekecil apa pun yang sering kita buang sehari-hari harus dipertimbangkan. Seperti sampah. Beberapa macam sampah bisa kita daur ulang sehingga mempunyai daya guna. Sampah-sampah yang berasal dari organik dapat diproses menjadi pupuk organik. Sampah-sampah kering seperti plastik, kertas, besi, dan sebagainya bisa didaur ulang menjadi produk-produk dalam bentuk lain. Semua bentuk pengelolaan sampah dapat dikerjakan dengan mudah, jika pada saat membuangnya kita telah memisahkan jenis-jenis sampah tersebut termasuk sampah basah atau sampah kering.

Di Indonesia ada dua sistem pengelolaan sampah, yaitu sistem pengelolaan formal dan informal. Pengelolaan formal dilakukan oleh aparat pemerintah, yaitu Dinas Kebersihan. Pengelolaan ini meliputi pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan hingga ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sedangkan pengelolaan informal dilakukan oleh masyarakat yang berperan sebagai pengumpul sampah. Sebenarnya, dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dan berprinsip ekoefisiensi, harus ada sinergi dari beberapa pihak baik antarmasyarakat dan pemerintah. Sehingga ada kerja sama dari berbagai lapisan masyarakat, antara lain dengan penyatuan persepsi bahwa pelestarian lingkungan (sumber daya alam) adalah sangat penting, bersama-sama menggunakan sumber daya secara efisien dan aman bagi lingkungan, saling mendukung program pengembangan pengelolaan sumber daya alam agar mempunyai nilai lebih, serta bersama-sama menegakkan dan melaksanakan peraturan-peraturan konservasi keanekaragaman hayati.

C. Pembangunan Berkelanjutan dan Cirinya
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan atau perkembangan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.

Konsep pembangunan ini mulai dikampanyekan semenjak terjadi kegagalan pembangunan, di mana proses yang terjadi hanya satu arah (dari ke atas ke bawah) dan tidak terjadi keberlanjutan. Tantangan yang dihadapi pembangunan berkelanjutan menemukan cara guna meningkatkan kesejahterakan dengan penggunaan sumber daya alam secara bijak. Sehingga diharapkan sumber daya alam yang dapat diperbarui terlindungi dan penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbarui tetap bisa memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang. Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan telah diperkuat oleh kesepakatan para pemimpin bangsa, antara lain dalam Deklarasi Rio pada KTT Bumi tahun 1992, Deklarasi Millenium PBB tahun 2000, dan Deklarasi Johannesburg pada KTT Bumi tahun 2002.

Secara umum kriteria pembangunan berkelanjutan mengacu pada empat aspek umum pembangunan, yaitu aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan teknologi. Beberapa kriteria dan indikator pembangunan berkelanjutan dihasilkan dalam sebuah kerja sama antara negara-negara selatan dan negara utara. Semua aspek tersebut tercermin dalam indikator pembangunan berkelanjutan sebagai berikut.
1. Memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan lokal.
2. Dukungan dalam penerapan keberlanjutan penggunaan sumber daya alam.
3. Mendorong peningkatan lapangan kerja.
4. Kontribusi terhadap keberlanjutan neraca pembayaran.
5. Kontribusi terhadap keberlanjutan ekonomi makro.
6. Adanya efektivitas biaya.
7. Kontribusi terhadap kemandirian.

D. Mengelola Sumber Daya Alam Berwawasan Lingkungan

Pernah diungkapkan Prof. Dr. Emil Salim dalam sebuah artikel Ekonomi dalam Lingkungan, bahwa ekonomi dan ingkungan merupakan elemen yang saling komplementer. Ketika pertimbangan ekonomi dipisahkan dengan pertimbangan lingkungan, maka Bumi akan mengalami kerusakan.

Sebenarnya konsep seperti ini sudah mulai dimunculkan dalam konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm tahun 1972, yaitu membangun ekonomi dengan pertimbangan lingkungan sama sekali bukan membuang uang ataupun akan mengurangi keuntungan. Inilah konsep pembangunan berwawasan lingkungan, yaitu pembangunan yang mempertimbangkan lingkungan sebagai bagian dari proses pengambilan kebijakan pembangunan.

Menurut Undang-Undang No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, serta mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Dari beberapa kasus lingkungan, bencana misalnya, terjadi karena melalaikan lingkungan. Tengoklah bencana banjir di Jakarta yang terjadi karena kelalaian terhadap lingkungan. Banyak kawasan hijau dikonversi menjadi berbagai fasilitas hiburan. Sebut saja Ancol yang menggusur hutan bakau, proyek pantai Indah Kapuk yang menyulap hutan bakau dan rawa menjadi perumahan, tempat rekreasi, dan lapangan golf. Bukan kesejahteraan ekonomi yang didapat tetapi bencana banjir yang terjadi karena berkurangnya wilayah resapan air.


Sumber referensi;
·         Indonesian Heritage, 2002, Manusia dan Lingkungan, Jakarta, Gramedia.
·         _______, 2002, Tetumbuhan, Jakarta, Gramedia.
·         Kathryn Whyman, 2006, Seri Life Skill Lingkungan Hidup, Logam dan Lingkungan, Bandung, Pakar Raya.
·         Kathy Mac Kinon, 1986, Alam Asli Indonesia, Jakarta, Gramedia.
·         Moh. Soerjani, dkk, 1987, Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan, Jakarta, Universitas Indonesia.

·         Widya Wiyata Pertama Anak-Anak, 1995, Ekologi dan Lingkungan, Jakarta, Tira Pustaka.